I
Manusia Indonesia seutuhnya lahir sebagai akibat dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Namun embrio dari manusia Indonesia lahir ketika Sumpah Pemuda dengan tiga sila bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu Indonesia resmi didengungkan. Setiap struktur masyarakat suatu zaman mempunyai konsepsi tersendiri mengenai seni termasuk sastra. Dalam perkembangan karya sastra Indonesia paska kemerdekaan, manusia Indonesia digambarkan sebagai seorang manusia yang mempunyai jiwa revolusioner melawan penjajahan. Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu semangat sebagai seorang manusia yang bebas menentukan hidupnya begitu terasa indah. Semangat revolusi dalam jiwa manusia Indonesia bagitu membara seperti terlihat pada karya-karya angkatan 45 dan surat kepercayaan seniman gelanggang. Dalam surat kepercayaan seniman gelanggang disebutkan bahwa manusia Indonesia adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia yang selanjutnya diteruskan dengan cara manusia Indonesia pada masa revolusi. Pada surat kepercayaan tersebut disebutkan bahwa revolusi Indonesia belum selesai sehingga dapat terlihat bahwa manusia dalam surat ini masih membentuk tubuhnya sendiri. Setiap kelas yang berkuasa sudah tentu menciptakan budayanya sendiri, oleh karena itu kelas tersebut juga menciptakan seni mereka sendiri tidak terkecuali kesusastraan.
Di dalam antologi cerita pendek Markassastra 2011 ini terdapat sepuluh cerita pendek yang mewakili manusia Indonesia dari berbagai sudut pandang. Para penulis cerita pendek tersebut tentunya dengan jeli menganalisa dan memahami kondisi manusia Indonesia pada masa kini. Sudah jelas disebutkan di awal melalui surat kepercayaan Gelanggang bahwa manusia Indonesia masih membentuk tubuhnya sendiri. Trotsky dalam The Social Roots and the Social Function of Literature menjelaskan bahwa karya sastra bukanlah suatu elemen kebendaan yang mampu merawat dirinya sendiri. Karya sastra merupakan fungsi sosial manusia yang terikat pada pola hidup dan lingkungannya. Bisa dikatakan jika titik penting pertemuan antara karya sastra, penulis dan pembaca terletak pada keterpaduan penyampaian wacana seorang penulis karya dengan kematangan penguasaan olah bahasa yang dapat memberikan aspek hiburan sekaligus pengembangan diri bagi pembaca karya. Dalam antalogi cerpen markasastra 2011 terpilih sepuluh cerita pendek yang kurang lebih dapat mewakili hal-hal yang telah dijelaskan di atas.
II
Dalam kesempatan ini terpilih sepuluh cerita pendek yang mempunyai beragam latar belakang sudut pandang penyampaian wacana. Suara dalam Amplop merupakan sebuah cerita pendek yang paling unik daripada cerita-cerita lainnya. Hal tersebut mengacu kepada benda-benda seperti amplop dan tas yang menentukan alam pikiran manusia.
“Asisten sulap amatir, Kiyé, mendengar suara tangis dari dalam tas, saat jarum aneh menusuk-nusuk dada kirinya... Dan suara tangis itu makin mendaraskan kesedihannya yang paling dalam dengan irama paling sederhana namun tetap terasa yang paling memilukan di antara jerit hujan yang tersayat tajam angin.
“Ssst. Aku sudah tak menjual hantu lagi. Pergilah ke Walijo, tenggara pasar Kliwon, dia yang masih kulakan, mewarisi bisnisku itu sejak 20 hari yang lalu.”
Tangis itu diam sebentar, kemudian memulai lagi. Kiyé menarik nafas.
“Heii, jangan ajak aku mati. Mati itu tak abadi. Yang abadi hanyalah hidup. Tapi, jangan menyesal. Semua toh bakal mati sepertimu juga.”
Sebuah amplop dan tas dapat dikatakan benda yang penuh, utuh dan sempurna karena tidak memiliki perangkat kesadaran sehingga tidak mempunyai tanggung jawab kepada pembuatnya. Namun pada cerita pendek tersebut sebuah amplop dan tas dapat menangis sehingga keberadaan dari benda tersebut mempengaruhi manusia, baik perasaannya atau alam pikirannya. Dalam cerita pendek ini sebuah benda dapat dikatakan mempunyai kehendak menindak yang memberikan kebebasan bagi dirinya untuk meniadakan posisi dirinya atau sebaliknya. Sebuah benda seperti amplop dan tas dalam cerita pendek ini telah memberikan sebuah kejutan yaitu benda ternyata dapat memasukkan keberadaan dirinya pada manusia.
Keberadaan dari sebuah amplop dan tas yang dapat mengeluarkan air mata merupakan bagian terpenting dari wacana yang diangkat karena sebuah benda ternyata dapat mengobjekkan seorang manusia. Sebuah amplop yang menangis dalam cerita pendek ini tidak dapat dilepaskan dari seorang peminta-minta yang dapat dijumpai di perempatan lampu merah saat mengedarkan amplop. Hubungan yang terjadi antara manusia dan benda pada cerita pendek ini adalah sebuah pertentangan antar subjek yang bersifat kekal hingga kematian menjemput segala air mata dan asa. Pada masa dewasa ini sebuah benda memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan manusia Indonesia. Setiap manusia Indonesia tidak dapat dilepaskan dari benda-benda. Manusia Indonesia dan barangkali seluruh manusia di planet ini dibentuk oleh benda yang menentukan alam pikiran, norma-norma masyarakat bahkan kematian manusia sendiri. Singkat kata dapat dijelaskan bahwa manusia Indonesia adalah tubuh-tubuh tanpa kepala karena kesempurnaan hidup dari manusia Indonesia terletak pada keberadaan benda yang membentuk pola hidupnya.
Pada bagian lain yang mempunyai kesamaan dengan cerita Suara Dalam Amplop adalah cerita pendek Manekin. Dalam cerita tersebut terjadi proses saling mengobjekkan antara sesama manusia dengan benda atas dasar cinta.
Istri manekinku sangat cantik, walaupun dia beku. Kulitnya putih, benar-benar putih. Seperti susu. Matanya biru, dengan bulu mata yang lentik, bibirnya merah tanpa lipstick, tubuhnya ramping dan nikmat untuk dipeluk... Istri manusiaku cantik. Tapi tak bisa kurengkuh. Dia terlalu angkuh untuk itu. Dia mengangapku bukan seperti suaminya. Aku mungkin hanya seorang pembantu rumah tangga untuknya.
Proses saling mengobjekkan antara benda dan manusia atau manusia dengan manusia lainnya tersebut berakhir dengan kesediaan untuk saling mematikan yang akhirnya hanya memunculkan ketiadaan belaka. Cinta bukanlah sebuah upaya merenggut subjek yang berdiri sendiri. Dia merupakan sebuah jalan penyatuan menuju keabadian yang entah bertanah.
Pada cerita Manekin dapat dijelaskan mengenai bentuk eksekusi subjek yang berdiri sendiri, proses eksekusi terhadap subjek lainnya tersebut telah mengakibatkan keterasingan manusia dengan cinta yang dibangunnya dan akhirnya berujung pada bentuk merugikan diri sendiri melalui kesuksesan membunuh diri serta merugikan orang lain dengan tunduk pada nafsu saling mengobjekkan yang berujung pembunuhan subjek lainnya yang telah dikutuk menentukan kebebasannya. Manusia Indonesia dan barangkali manusia di dunia ini sejak jaman pertama kali menginjakkan kaki di bumi yang asing telah bersusah payah mengobjekkan manusia lainnya dan benda di belantara bumi manusia. Hal tersebut hanya mengantarkan mereka pada kesiasiaan belaka seperti pertengkaran ataupun peperangan atas nama cinta yang tiada tulus.
Cerita lainnya yang unik adalah cerita pendek Werkeloos. Latar cerita yang digunakan pengarang adalah situasi masa Hindia Belanda sehingga mengingatkan kita pada tetralogi roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Akan tetapi terdapat juga bagian yang ganjil pada cerita ini.
“Lowongan ini bukan buat orang Indonesia, melainkan buat orang Eropa yang mempunyai ijazah klein ambtenar”.
Dasar bahwa pengarang cerita menggunakan subjek orang Indonesia merupakan suatu pemahaman yang ganjil pada situasi yang terjadi pada masa tersebut. Orang Indonesia pada masa itu disebut inlander atau pribumi. Baik para Belanda cokelat atau orang Belanda sendiri tentunya sangat risih dengan kata Indonesia karena hal tersebut berbau pergerakan para nasionalis ataupun komunis yang pada akhirnya membawa Hindia lepas dari tangan pemerintah kolonial Belanda. Kesalahan menjatuhkan pilihan kepada subjek orang Indonesia tersebut telah menyeret pengarang cerita ini pada bumerang yang menjadikan cerita ini runtuh di akhir cerita. Permasalahan pasca kolonial dalam cerita pendek ini lebih terlihat pada pembentukan identitas seorang manusia Hindia. Pada masa kolonial peran manusia inlander atau Hindia tulen sangat terpinggirkan dan kejadian tersebut berlaku juga dalam masa sekarang yang gegap gempita merayakan identitas manusia Indonesia seutuhnya yang nihil.
Manusia Indonesia lahir karena desakan semangat kemerdekaan, kebebasan, dan persamaan yang begitu mengganggu pikiran ataupun juga perasaan pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Manusia Indonesia pertama kali menatap dunia sebagai akibat dari dengung Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Hal tersebut terjadi karena segala bentuk penjajahan di muka bumi selalu berorientasi mengenai cara mengeruk keuntungan dari tanah jajahan dengan mengekspolitasi secara berlebihan termasuk manusianya dan dengan penuh kegembiraan mengelompokkan manusia pada kelas-kelas sosial yang berbeda.
Pada masa dewasa ini manusia Indonesia merayakan sumpah pemuda namun mereka tidak dapat meresapi nilai-nilai yang membentuk sumpah tersebut. Setelah Indonesia merdeka posisi manusia Indonesia justru semakin terpinggirkan. Semangat sumpah pemuda adalah bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu Indonesia hanya menjadi sebuah jantung yang berdetak namun dihinggapi paruh-paruh burung yang kian hari kian semangat mematukinya hingga jantung tersebut menyisakan lubang kematian. Dalam era kemajuan kapitalisme seperti sekarang ini tanah air, bangsa dan bahasa menjadi satu kesatuan yang ditentukan oleh produksi modal yang dikendalikan sepenuhnya oleh selera pasar. Keberadaan dari selera pasar tersebut dibentuk oleh benda-benda di luar manusia. Semangat manusia Indonesia yang tersisa hanyalah perjuangan kelas. Sudah menjadi takdir tak terbantahkan jika kelas yang berkuasa menentukan kebudayaan kelas yang lainnya.
III
Cerita-cerita pendek lainnya kurang lebih mewakili hal yang sama yaitu kritik sosial yang dibungkus dengan satir ataupun tragedi. Dan masih terdapat juga tema cerita yang sudah banyak dimuat di koran terkenal yaitu tentang refleksi kritis atas adat. Banyak cerita pendek bagus dalam segi diksi yang indah dan puitis. Namun cerita pendek yang bagus adalah cerpen yang lebih berfungsi sebagai media alternatif pembebasan manusia dari belenggu dunia yang mencengkramnya.
Cerita pendek sudah sepatutnya dapat dengan mudah diresapi alur ceritanya atau wacana yang ditampilkannya kepada masyarakat luas. Fungsi utama dari aspek kesenian tidak hanya menghibur semata dengan memunculkan efek-efek imajinasi namun harus dapat menjadi media belajar agar manusia mengenali dirinya sendiri. Cerita pendek sudah sepatutnya menjadi sebuah media penyampaian pesan yang dapat mengugah kesadaran manusia untuk dapat merekonstruksi ulang ketidakadilan yang berdiri tegak disampingnya.
Tubuh cerita pendek hadir di sekeliling manusia sebagai jawaban pencarian akan langit yang entah. Setiap manusia membutuhkan segala impiannya tercapai. Harapan setiap manusia adalah sebuah awal dari pendakian sebuah masa depan. Begitu pula dengan kumpulan cerpen Manusia Indonesia ini. Semoga bisa menjadi sebuah langit dengan harapan-harapan tentang masa depan tergantung di atasnya. Selamat membaca dan mendaki langit dengan berkaca pada wajah-wajah manusia dan benda di dalamnya. Lihatlah manusia dan benda. Tubuh manusia Indonesia belum sepenuhnya sempurna.
Daftar Pustaka
Pramoedya, A. Toer. Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantara.
Sartre, J.P. 1966. Being and Nothingness. (Terj Hazel E. Barnes). New York: Washington Square Press.
Trotsky, Leon. 1923. The Social Roots and the Social Function of Literature. TIA.