KataMini

KataMini

Jumat, 23 Juli 2010

Gadis dan Sepeda Tua

Gadis dan Sepeda Tua

Oleh: Dymussaga Miraviori



Sepeda tua itu terus menemaninya ke mana pun ia pergi: melintasi taman ketika gerimis menjemput magrib atau menyeberangi jembatan berundak yang memotong sungai kecil di belakang rumahnya.

Ia tak tahu apa yang membuatnya sangat dekat dengan sepeda tua. Sepeda tua begitu setia dengannya, atau sebaliknya ia yang setia dengan sepeda tua.

Mungkin sepeda itu dulu milik ayahnya atau kakeknya, tapi siapa peduli. Ia hanya tahu sepeda tua itu tepat untuknya. Kadang ia ingin mencoba bertanya pada karat yang pula setia soal usia sepeda tuanya, tapi apatah arti usia? Maka ia urungkan niatnya bertanya pada karat atau pada rantai yang sudah mulai cerewet atau pada per yang sudah mulai mencuat dan jok sepedanya; rindu bebas.

Suatu hari ia berjalan melintasi taman sendirian; tanpa sepeda tuanya. Pun pada hari berikutnya. Sepeda tua rupanya sudah tak mau menemaninya berjalan jalan, atau sebaliknya ia yang tak mau ditemani berjalan jalan oleh sepeda tua. Ia tidak tahu, ia hanya sudah terbiasa sendirian.

Maka ia berjalan kaki saja, sambil terkadang bersenandung diam diam, menyepak nyepak daun daun kering dengan sepatu bot hitamnya, terkadang pula mengingat perjalanannya yang lalu dengan sepeda tua itu.

Terkadang ia berpikir sepedanya dulu pastilah amat gagah dengan roda roda yang lincah dan pandai menukik, dan ia pun tersenyum diam diam. Waktu tarsus berganti, gemamnya.
Ia tidak ingin membeli sepeda baru, karena hanya sepeda tua itu yang tepat untuknya, meskipun kini sepeda tua sudah tak hendak dipakainya lagi. Ia tidak membenci sepeda tuanya, ia hanya berpikir inilah saatnya.

Di pojok teras belakang rumahnya sepeda tua itu tersandar, melepas lelah. Ia mungkin merindukan kayuhan si gadis melintasi taman ketika gerimis menjemput magrib atau menyeberangi jembatan yang memotong sungai kecil di belakang rumah. Namun memang benar, inilah saatnya.

Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar