KataMini

KataMini

Jumat, 23 Juli 2010

Gerak Liar Junta Sastra

Gerak Liar Junta Sastra

Oleh: John Elliot Redriver

Pikiran-pikiran kuasa adalah pikiran biasa dari manusia yang hidup sebagaimana biasanya. Dalam pemaksudan dunia sastra, junta ialah bahasa cinta yang tepat bagi keinginan memenuhi emosi tersebut. Posisi sosial dalam lahirnya sebuah karya sastra mengandaikan pada ketepatan dan keliaran tendangan sang jabang bayi untuk menendang lapisan kulit ibunya (baca: live world).

Coba kita pahami sejenak bahasa rumit dan kuasa dari penghadiran regulasi produksi sastra. Posisi ini memaksa para penyair atau pemrosa untuk menambal pikiran-pikirannya dengan kata yang ia cari dan temukan dalam kamus besar bahasa dunia. Lalu bagaimana lagi kita bisa percaya pada para penyair dan para pemrosa bila mereka menambal pikiran-pikirannya pada kamus tebal bajakan yang mereka beli di pasar buku bekas.

Bahasa diri mesti merasuk pada pikiran para penyair dan pemrosa demi menjadi racun digital atau jamur buku yang akan merusak kamus-kamus para sastrawan. Para sastrawan menampilkan kata mesti dengan keinginan katanya. Bahasa yang diperoleh hanya bisa dicerna usus yang tidak terkena kanker usus yang disebabkan oleh terlalu banyaknya makanan junk food (baca: semata produksi).

Menulis sastra ialah menulis desakan gairah ujung kaki, ujung kelamin, serta ujung kepala. Memasukkan pondasi emosi dan keinginan kuasa pada penulisan sastra ialah hal yang utama. Tidak ada lagi catatan kaki pada bahasa yang dibuatnya, dan barangkali juga tidak ada kutipan penguat karya belaka. Sehingga memasukkan emosi, gairah liar serta segala kemauan ialah harga mati bagi junta.

Pukullah segala yang melawan pada pikiran-pikiran junta. Keinginan junta ialah menguasai konsep dan segala bahasa dan memaksa mematikan sistem tepat keseimbangan huruf. Melawan dengan keras menjadi salah satu cara demi sebuah kekuasaan yang akan dimiliki junta. Tidak boleh ada demokrasi dalam pemilihan bahasa, semua kata mesti menjadi layak masuk dalam susunan kalimat yang berwaktu maupun yang nirwaktu. Perahu besar tidak bisa masuk dalam aliran sungai kecil, sebaliknya ia harus menantang samudra luas dan memburu ombak tengah samudra lantas menombaknya dengan segnap tenag untuk dapatkan buih terputihnya.

Pikiran-pikiran kata dalam kalimat mesti seliar layaknya pemuda yang terbangun memimpikan perempuan idamannya sambil mematut-matut di depan kolam dan bertanya ke mana bulan pergi ketika siang dan siap membunuh bapaknya jika bapaknya mengawini kekasihnya. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar