KataMini

KataMini

Senin, 15 November 2010

Elegi Bandung Bondowoso


Aditya Rn

 “Aku menyesal telah terlahir sebagai manusia. Kau telah pergi, kau tak akan kembali lagi untuk menatap mataku, kau telah membatu bersama kesendirian yang beku. Aku tak ingin perang dan  pembunuhan atas nama kerakusan kekuasaan menghiasi jejak bumi manusia lagi, aku tak!” suara lirih Bandung Bondowoso berbisik pada gemuruh angin yang menembus tubuh Rara Jonggrang yang telah menjadi batu.
      Bandung Bondowoso hanya bisa menyaksikan pujaan hatinya terdiam tak bernyawa. Kedua bola matanya telah basah oleh air mata penyesalan. Dia sungguh menyesal telah menjadikan Lara Jonggrang pelengkap dari seribu candi yang dibuatnya. Hatinya berkecambuk, pandangannya menjadi kosong. Dia benar-benar menyesal telah membuat seorang perawan muda tidak bisa menyetubuhi bumi lagi. Pandangannya dilontarkan kepada candi yang telah dibuatnya bersama prajurit genderuwo, kuntilanak, kalong wewe, tuyul, grandong, mak lampir, dan tubuh kasat mata lainnya. Ada keharuan yang dalam pada candi itu, dia tegak abadi beberapa abad sementara para manusia tetap setia bersanding dengan kefanaan. Bandung Bondowoso memandang langit, hatinya sibuk mempermainkan masa lalu yang tetap membisu.
      Pasukan Pengging yang dipimpin Bandung Bondowoso bergerak lambat masuk Keraton Kerajaan Baka. Pasukan gagah itu telah sampai pada mulut keraton tatkala Rara Jonggrang menyambut mereka dengan keris di tangan kiri yang diacungkan sebagai simbol perlawanan. Pemimpin pasukan pengging terpikat hatinya pada kecantikan Rara Jonggrang. Dia sangat tahu jika Rara Jonggrang adalah anak dari Prabu Baka yang telah ditusuknya dengan keris hingga menemui ajalnya. Rara Jonggrang melihat muka Bandung Bondowoso dengan perasaan dendam kesumat setelah patih Gupolo, patih kerajaan Baka, memberitahunya bahwa Bandung Bondowoso lah yang telah membunuh ayahandanya. Bandung Bondowoso tidak ambil pusing akan tatapan bara amarah Rara Jonggrang. Dia beranggapan bahwa Lara Jonggrang adalah hadiah dari keberhasilannya menaklukkan Kerajaan Baka. Perempuan yang mengacungkan keris di tangan kiri itu hanya hadiah. Hanya hadiah atas pertumpahan darah yang haus kekuasaan.
      “Wahai Bhatara Indra, aku bukanlah seorang ksatria. Demi Yama aku ingin segera menyusul Rara Jonggrang di alam para dewa. Aku malu menanggung hidup sebagai lelaki yang mengirimkan perempuan menemui ajalnya. Aku tak layak menjadi seorang ksatria!”  teriak Bandung Bondowoso pada langit. Tanpa disadarinya pipinya telah tergenang oleh air mata. Dia tak kuasa lagi untuk menyaksikan masa lalunya. Bandung Bondowoso merasa lancung menjadi seorang ksatria. Dia telah sangat hina menyaksikan hamparan mega warna dunia. Wajahnya tertunduk memandang tanah yang telah membesarkannya. Dia melihat masa lalu yang penuh hawa nafsu itu kembali.
     “Apa yang kau harapkan lagi dari kami, belum puaskah kau atas kerajaan kami yang telah kau rebut,” teriak Rara Jonggrang pada Bandung Bondowoso yang hanya menanggapinya dengan senyum.
      “Aku tak akan menyerahkan tubuhku untuk kau cumbu di tempat tidur. Aku masih setia pada ayahandaku yang mati ditanganmu. Demi Durga, aku akan selalu melawan dirimu!” tegas Rara Jonggrang seraya melemparkan keris ke arah Bandung Bondowoso tetapi meleset.
      “Perempuan yang gagah berani seperti Srikandi, aku akan mengawinimu dan kau harus mau, kalau kau masih juga tak mau maka aku akan membinasakan seluruh rakyatmu!” ucap Bandung Bondowoso diakhiri dengan tawa yang lebar.
      Rara Jonggrang menjadi pucat pasi mendengar suara busuk Bandung Bondowoso. Penjajah negerinya ternyata telah membulatkan tekat untuk memperistrinya. Dia menjadi gundah akibat perbuatan Bandung Bondowoso. Dia tidak ingin rakyatnya menjadi korban dari kekuasaan penjajah yang akan bertindak semena-mena.
       “Baik, aku terima lamaranmu asalkan kau menyanggupi permintaanku,”
       “Apakah permintaan yang kau ajukan itu wahai perempuan yang berhati baja?. Aku akan menyanggupinya. Aku pasti akan dapat melaksanakan permintaanmu dengan sangat baik karena aku memang terkenal sangat sakti,” jawab Bandung Bondowoso dengan sangat mantap.
       “Buatkanlah aku sumur Jalatunda dan buatkan untukku seribu candi dalam satu malam,” suara Rara Jonggrang mantap terucap dari mulutnya.
       “Aku sanggup melaksanakan permintaanmu, bagaimanapun caranya,” suara Bandung Bondowoso terdengar sangat berat.
      Hari telah menunjukkan bayangan untuk bersatu membentuk satu garis lurus sehingga tak tampak lagi bayangan yang lekat erat menjadi teman sejati seluruh penghuni bumi manusia.  Bandung Bondowoso hanya bisa tertegun melihat Rara Jonggrang. Dia bisa merasakan kehadiran Lara Jonggrang disampingnya. Perempuan itu dilihatnya membawa rangkaian kamboja yang siap dikalungkan pada lehernya. Dia hanya tersenyum dan perempuan itu semakin mendekat. Semakin mendekat menjangkau tubuh Bandung Bondowoso yang telah lemas.
        “Adinda, aku pulang,” bisik Bandung Bondowoso kepada Rara Jonggrang.
      Tubuh Bandung Bondowoso semakin melemas. Dia menutup kedua bola matanya. Sehabis matahari tergelincir ke barat para prajurit Pengging telah mendapati pemimpinnya tidak bernyawa lagi dengan keris menyatu pada hatinya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar